
Padang, kaliber38news.com Kejadian rusaknya obat-obatan di gudang Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat kembali mengundang keprihatinan publik. Sorotan tajam datang dari Perkumpulan Pemuda Nusantara Pas Aman (P2NAPAS), yang menilai insiden ini sebagai refleksi nyata dari lemahnya sistem logistik dan pengawasan internal yang seharusnya menjaga aset vital negara—dalam hal ini, hak masyarakat atas akses kesehatan yang layak. 6-juli-2015
“Ini bukan sekadar kelalaian teknis, ini sinyal sistemik bahwa manajemen risiko dalam penyimpanan dan distribusi logistik kesehatan belum menjadi prioritas utama,” ujar Ketua P2NAPAS dalam pernyataan resminya.
Laporan audit per 31 Desember 2024 mencatat selisih antara data fisik dan kartu stok senilai Rp19,8 juta dari total persediaan Rp34,7 miliar. Kendati secara kuantitatif terlihat kecil, secara kualitatif temuan ini menggambarkan kelemahan dalam transparansi data dan kontrol mutu yang seharusnya menjadi pilar pelayanan publik.
Lebih memprihatinkan, sejumlah obat—termasuk tablet penambah darah senilai Rp2,9 juta—ditemukan dalam kondisi rusak karena serangan rayap. Audit juga mencatat keberadaan makanan dan aktivitas memasak nasi di area gudang, yang jelas tidak sesuai dengan standar penyimpanan farmasi yang semestinya steril dan aman.
“Obat yang rusak bukan hanya soal kerugian barang, tapi tentang rusaknya ekosistem kepercayaan,” lanjut Ketua P2NAPAS. “Kita tidak sedang bicara tentang logistik biasa—ini menyangkut kualitas hidup masyarakat.”
Ketergantungan pada sistem pencatatan periodik yang usang dinilai turut memperbesar celah inefisiensi. Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebut bahwa sistem ini menyulitkan akurasi dan ketertelusuran stok, serta memperbesar potensi pemborosan anggaran dan kehilangan barang.
P2NAPAS menekankan bahwa akar persoalan ini bukan sekadar pada gudang atau rayap, tetapi pada lemahnya kepemimpinan teknokratis dalam menjaga kualitas tata kelola logistik publik. “Kami tidak sedang mencari kambing hitam, tetapi mendesak perbaikan sistemik. Gubernur dan Kepala Dinkes memiliki peluang untuk membuktikan komitmen mereka melalui langkah nyata, bukan sekadar respons administratif,” Tegasnya.
Hingga berita ini dirilis, belum ada keterangan resmi dari Gubernur Sumbar H. Mahyeldi Ansharullah dan Dinas Kesehatan Provinsi Sumbar. Namun, publik menantikan respons cepat berupa audit internal, reposisi sistem pencatatan ke digitalisasi real-time, serta penguatan SOP penyimpanan farmasi.
Dalam dunia modern yang bergerak cepat, birokrasi tidak bisa lagi berpikir lambat. Kesehatan adalah amanah—dan seperti semua amanah, ia menuntut integritas dan kompetensi.
( Abdi Novirta )