
Padang, kaliber38news.com 16 Juli 2025 – Di tengah deru tuntutan efisiensi dan transparansi tata kelola dana publik, kegiatan bertajuk Rapat Koordinasi dan Pemantapan Kapasitas Pengurus/Pengawas KDMP yang digelar KOPINDO Wilayah Sumatera Barat justru menyisakan tanya. Lokasi kegiatan yang mengambil tempat di Hotel Axana Padang selama tiga hari, 15–17 Juli 2025, menyeret publik pada satu pertanyaan klasik: Untuk siapa sesungguhnya anggaran nagari dibelanjakan?
Data yang dihimpun dari beberapa Sumber menunjukkan bahwa setiap nagari di Kabupaten Pasaman diminta menyetor Rp 1.300.000 per orang atau Rp 3,9 juta per nagari, demi keikutsertaan dalam kegiatan tersebut. Dengan 62 nagari yang mengirim tiga peserta per nagari, total dana yang mengalir diperkirakan mencapai Rp 241,8 juta. Semua dana itu bersumber dari kas nagari—bukan dari sponsor, apalagi APBD kabupaten.
Langkah tersebut sontak memantik reaksi. LSM Perkumpulan Pemuda Nusantara Pas-Aman (P2NAPAS) melayangkan surat klarifikasi kepada Ketua KOPINDO Wilayah Sumbar, mempertanyakan basis hukum, etika penggunaan anggaran publik, dan urgensi pemilihan hotel sebagai lokasi.
“Mengapa harus di hotel bintang empat, bukan di kantor wali nagari atau aula pemerintah? Apakah ini forum pemberdayaan, atau hanya pertunjukan gaya?” tanya Ahmad Husein Batu Bara, Ketua Umum P2NAPAS, saat dihubungi Tempo, Rabu siang.
Delapan Pertanyaan yang Tak Ingin Dijawab
Dalam surat bernomor 005/KONFIRM-P2NAPAS/VII/2025 itu, P2NAPAS mengajukan delapan pertanyaan krusial. Mulai dari legalitas pembebanan anggaran ke nagari, keterlibatan Pemda, hingga mekanisme penyusunan anggaran kegiatan. Juga ditanyakan soal akuntabilitas pertanggungjawaban keuangan dan keterbukaan akses publik terhadap dokumen-dokumen kegiatan.
KOPINDO hingga kini belum memberikan tanggapan resmi.
Menurut Husein, kegiatan itu bisa menjadi contoh buruk bagaimana label pemberdayaan kerap dijadikan tameng bagi pemborosan dan orientasi elitis. “Nagari masih berjuang memperbaiki jembatan, memperluas akses air bersih, dan memodali ekonomi lokal. Tapi dana mereka justru dikuras untuk rapat penuh formalitas di ruang ber-AC,” ujarnya.
Anatomi Elitisme Dana Nagari
Rapat yang seharusnya menjadi forum pembelajaran kolektif justru berubah menjadi perayaan eksklusif yang jauh dari denyut masalah di lapangan. Menurut Ikhwan, Koordinator Investigasi P2NAPAS, banyak wali nagari mengikuti kegiatan tersebut tanpa memahami sepenuhnya alokasi dan rincian anggaran.
“Yang lebih ironis, beberapa peserta bahkan tidak tahu siapa penyelenggaranya. Mereka hanya tahu: nagari disuruh bayar, lalu ikut. Ini bukan pembinaan, ini eksekusi anggaran tanpa akal sehat,” ujarnya.
LSM
P2NAPAS juga menemukan fakta bahwa kegiatan tersebut tidak tercantum dalam dokumen perencanaan strategis nasional KDMP. Besar kemungkinan kegiatan ini murni inisiatif lokal, namun dibungkus seolah-olah bagian dari program nasional koperasi.
Jika Bungkam, APH Menanti
P2NAPAS memberi waktu 3 hari kerja kepada pihak KOPINDO untuk menjawab surat klarifikasi. Jika tidak, mereka berencana membawa persoalan ini ke Kejaksaan Negeri Pasaman, BPK Perwakilan Sumbar, serta Inspektorat Daerah.
Tembusan surat pun dikirim ke Presiden Prabowo Subianto Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah, dan seluruh wali nagari di Kabupaten Pasaman.
“Koperasi seharusnya bicara keadilan ekonomi, bukan kenyamanan elite. Kalau ini dibiarkan, akan jadi preseden buruk dalam pengelolaan dana nagari di masa depan,” pungkas Husein.
Di Mana Rakyat dalam Pemberdayaan?
Sementara P2NAPAS bersuara lantang, pemerintah daerah masih memilih diam. Tak satu pun pejabat Pemkab Pasaman yang bersedia memberikan keterangan saat Awak Media mencoba menghubungi hingga Rabu malam.
Yang pasti, publik kini menunggu: apakah ini hanya badai kecil yang akan dilupakan, atau lonceng pertama dari perlawanan rakyat terhadap elitisme anggaran yang makin lihai bersolek?
( Abdi )